Sabtu, 07 Januari 2012

Prinsip-prinsip dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan

PRINSIP-PRINSIP DALAM PELAKSANAAN FUNGSI JASA KEUANGAN PERBANKAN
Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan dapat menggunakan prinsip-prinsip transaksi syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Beberapa prinsip-prinsip itu adalah prinsip wakalah, kafalah, sharf, ijarah.
1.      Prinsip Wakalah
Walakah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang (muwakkil) kepada yang lain (wakil) dalam hal-hal yang diwakilkan (Antonio, 2001). Hal-hal yang diwakilkan haruslah:
a.       Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili
b.      Tidak bertentangan dengan syariah Islam
c.       Dapat diwakilkan menurut syariah Islam
Dalam praktik perbankan, prinsip wakalah dapat digunakan untuk transaksi berikut ini.
a.       Letter of Credit (L/C)
b.      Setoran kliring
c.       Kliring antar kota
d.      RTGS
e.       Inkaso
f.       Transfer
g.      Transfer valuta asing
h.      Pajak online
i.        Pajak impor
2.      Prinsip Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul’anbu’asbil) (Antonio, 2001). Dalam fatwa DSN no. 11 tahun 2000, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul’anbu’asbil).
Dalam praktik perbankan, prinsip kafalah digunakan dalam transaksi bank garansi.
3.      Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (mubil) kepada orang lain yang menanggungnya (mubal’alaib) (Antonio, 2001). Dalam praktik perbankan, prinsip hawalah dapat digunakan untuk transaksi anjak piutang, di mana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu (Antonio, 2001).
4.      Prinsip Sharf
Adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis. Berdasarkan fatwa DSN no. 28 tahun 2002, terdapat beberapa syarat transaksi jual beli mata uang, yaitu:
a.       Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
b.      Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
c.       Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai
d.      Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
5.      Prinsip Ijarah
Objek ijarah adalah manfaat dari pengguna barang atau jasa. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa-menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat orang disebut upah-mengupah (Karim, 2004).
Menurut Karim (2004), ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya bergantung pada kinerja yang disewa (ju’alab), di mana orang bersabgkutan memperoleh succsess fee, dan ijarah yang pembayarannya tidak bergantung pada kinerja yang disewa atau disebut dengan ijarah di mana orang bersangkutan memperoleh gaji dan upah.

LARANGAN BAGI BANK SYARIAH
Larangan bagi BUS dan UUS diatur dalam pasal 24 UU nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dalam pasal 24 disebutkan bahwa baik BUS maupun UUS dilarang untuk:
1.      Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah
2.      Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal
3.      Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 tentang kegiatan BUS dan UUS
4.      Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah
Adapun larangan bagi BPRS diatur dalam pasal 25 yang meliputi larangan untuk:
1.      Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah
2.      Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
3.      Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia
4.      Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah
5.      Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas BPRS
6.      Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 tentang kegiatan BPRS.

1 komentar:

detik.News